Minggu, 22 Juni 2008

fungsi manifest dan laten jalan

       Jalan menurut undang-undang jalan raya No. 13 / 1980, adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas. Menurut Moughtin (1992), jalan adalah garis komunikasi yang digunakan untuk melakukan perjalanan di antara dua tempat yang berbeda, baik menggunakan kendaraan maupun berjalan kaki. Jika disebut jalur, jalan adalah cara untuk menuju akhir tujuan atau perjalanan. Jalan merupakan permukaan linier dimana pergerakan terjadi di antara dua tempat, sehingga dapat dikatakan fungsi jalan adalah menjadi penghubung antara dua bangunan, penghubung antara dua jalan dan penghubung antara dua kota. Pendapat ini diperkuat oleh Carr (1992), yang mengatakan bahwa jalan adalah komponen dari sistem komunikasi kota sebagai sarana pergerakan benda, masyarakat dan informasi dari suatu tempat ke tempat yang lain.
         Selanjutnya, menurut Spurrier dalam Bishop (1989), jalan tidak dapat dipertimbangkan hanya sebagai jalur kendaraan, tetapi secara keseluruhan menjadi bagian integral kehidupan manusia. Dan Budiharjo (2005), mengatakan bila jalan direncanakan hanya berdasarkan anggapan akan fungsinya, maka akan menutup peluang untuk memanfaatkan jalan sebagai ruang untuk beraktivitas. Lewelyn – Davies (2000), menguraikan bahwa pada setiap perencanaan sebuah jalan timbul pertanyaan ”apa yang dapat terjadi di jalan ini?”. selanjutnya Lewelyn – Davies mengungkapkan dari fungsi awal jalan sebagai jalur penghubung, muncul kegiatan lain di sepanjang jalan tersebut, namun harus dilihat pula dari beberapa aspek lainnya, seperti peranan jalan itu sendiri dari sudut pandang masyarakat, tipe dari bangunan disekitarnya serta penataan landscape yang mendukung.
         Appleyard (1981), mengungkapkan bahwa jalan adalah pusat sosial kota dimana masyarakat berkumpul, tapi juga sekaligus merupakan saluran pencapaian dan sirkulasi. Ditambahkan oleh Jacobs (1993) bahwa jalan yang baik mendorong partisipasi, masyarakat berhenti untuk berbicara atau mungkin mereka duduk dan melihat, sebagai peserta pasif, menerima apa yang ditawarkan jalan.
         Dari beberapa uraian teori diatas diketahui bahwa jalan merupakan sarana untuk melakukan perpindahan dari suatu tempat menuju pada suatu tempat, dari satu titik menuju ke titik lainnya. Namun jalan merupakan suatu arena kegiatan sosial pula, sebagai pintu gerbang ruang privat manusia menuju ke ruang dengan dimensi yang lebih luas yaitu masyarakat / publik.
       Amos Rapoport mendeskripsikan bahwa kegiatan utama atau kegiatan tetap suatu objek disbut dengan fungsi manifest. Fungsi manifest adalah fungsi dasar atau fungsi tetap dari suatu lingkungan binaan yang ditentukan / direncanakan sejak awal dan kegiatan manifest adalah kegiatan spesifik dari fungsi tersebut (Rapoport, 1977).
      Sedangkan kegiatan tambahan atau kegiatan yang muncul setelah fungsi sebenarnya / manifest disebut sebagai fungsi laten. Fungsi laten adalah ”fungsi sampingan” yang terjadi kemudian karena adanya kegiatan-kegiatan ”varia” yang muncul meskipun biasanya tidak dipertimbangkan sebelumnya dalam perencanaan (Rapoport, 1977).
Jika dikaitkan, maka jalan dengan fungsi manifestnya sebagai sarana transportasi untuk menghubungkan antara 2 tempat yang berbeda, dan jalan memiliki fungsi laten sebagai tempat beraktifitas sosial, tempat berhubungan antar masyarakat, masyarakat sebagai peserta aktif maupun pasif yang mungkin hanya duduk atau melihat apa yang ditawarkan oleh jalan tersebut.
       Sebagai contoh jalan yang memiliki fungsi laten yang beragam dan sangat kompleks ada di beberapa kota di Indonesia, umunya adalah jalan yang memiliki dimensi yang lebar, dan memiliki tingkat kepentingan yang tinggi (misalnya pada jalan tersebut terdapat kantor-kantor pemerintahan), salah satunya jalan Pahlawan Semarang, pada koridor jalan ini terdapat beberapa fenomena kegiatan laten yang timbul disamping aspek manifestnya, aktifitas klub otomotif, perdagagan sektor informal, hingga sebagai tempat ngabuburit di saat bulan puasa tiba. Dari beberapa koridor jalan di kota Semarang, Jl. Pahlawan dipilih oleh masyarakat sebagai tempat untuk mengekspresikan diri / berkegiatan, ini menimbulkan kesan tersendiri pada kota ini, sehingga jika suatu saat muncul pertanyaan ” jalan apakah di kota Semarang yang memiliki daya tarik sebagai ruang sosial?” maka jawabannya adalah Jalan Pahlawan.
 Fenomena kegiatan ini secara berkala terjadi terus menerus, menjadi daya tarik pusat kota, dan kelebihannya kawasan ini adalah tidak terjadinya konflik antara pengguna ruang di koridor ini, pedagang dengan masyarakat yang beraktifitas, antara pedagang dengan parkir dan lain sebagainya, kesemuanya saling bersinergi dengan baik.
       Dari uraian diatas, dijelaskan bahwa saat ini jalan bukan hanya memiliki fungsi sebagai sarana transportasi saja, namun juga sebagai tempat dimana aktifitas dapat dilakukan, sebagai wadah untuk bersosialisasi antar pengguna ruang yang disebut aktifitas laten, keberagaman fungsi akan timbul jika kegiatan telah terjadi pada sebuah koridor jalan, pengguna ruang dengan berbagai latar belakang budaya memberikan cirikhas tertentu pada koridor tersebut, sehingga koridor tersebut memiliki makna tersendiri.

Referensi:   
Bishop, Kirk R. 1989. Designing Urban Corridors. American Planning Association. Washington DC.
Budihardjo, Eko. 2005. Tata Ruang Perkotaan. PT Alumni. Bandung
Carr, Stephen. 1992. Public Space. Cambridge University Press. USA.
Davies – Lewelyn, 2000, Urban design Compendium 1, Housing Corporation, English Partnership.
Jacobs, Allan B, 1993, Great Streets, Cambridge, MIT Press.
Moughtin, C, 1992, Urban Design, Street and Square, an imprint of butterworth Heineman ltd, Linacrehouse, Oxford.
Rapoport, A, 1977, Human Aspects of Urban Form; Towards a Man Environment Approach to Urban Form and Design, Oxford, Pergamon Press.
Rapoport, A, 1982, The Meanning of The Built Environment, Beverly Hills, California, Sage Publication.
Trinugrohoadiwijaya, F, 2008, Tesis: Fungsi Laten Koridor Jalan di Pusat Kota Semarang, Studi Kasus Jl. Pahlawan, Magsiter Teknik Arsitektur UNDIP, (Tidak dipublikasikan).



Tidak ada komentar: